Selasa, 08 Februari 2011

PUISI PUISI EBIET G ADE



BERITA KEPADA KAWAN


Perjalanan ini
Trasa sangat menyedihkan
Sayang engkau tak duduk
Disampingku kawan

Banyak cerita
Yang mestinya kau saksikan
Di tanah kering bebatuan

Tubuhku terguncang
Dihempas batu jalanan
Hati tergetar menatap 
kering rerumputan

Perjalanan ini pun
Seperti jadi saksi
Gembala kecil
Menangis sedih ...

Kawan coba dengar apa jawabnya
Ketika di kutanya mengapa
Bapak ibunya tlah lama mati
Ditelan bencana tanah ini

Sesampainya di laut
Kukabarkan semuanya
Kepada karang kepada ombak
Kepada matahari

Tetapi semua diam 
Tetapi semua bisu
Tinggal aku sendiri
Terpaku menatap langit
Barangkali di sana
ada jawabnya
Mengapa di tanahku terjadi bencana

Mungkin Tuhan mulai bosan
Melihat tingkah kita
Yang selalu salah dan bangga
dengan dosa-dosa
Atau alam mulai enggan
Bersahabat dengan kita
Coba kita bertanya pada
Rumput yang bergoyang 




UNTUK KITA RENUNGKAN


Kita mesti telanjang dan benar-benar bersih
Suci lahir dan di dalam batin
Tengoklah ke dalam sebelum bicara
Singkirkan debu yang masih melekat 2x


Anugerah dan bencana adalah kehendakNya
Kita mesti tabah menjalani
Hanya cambuk kecil agar kita sadar
Adalah Dia di atas segalanya 2x


Anak menjerit-jerit, asap panas membakar
Lahar dan badai menyapu bersih
Ini bukan hukuman, hanya satu isyarat
Bahwa kita mesti banyak berbenah


Memang, bila kita kaji lebih jauh
Dalam kekalutan, masih banyak tangan
Yang tega berbuat nista... oh
Tuhan pasti telah memperhitungkan
Amal dan dosa yang telah kita perbuat


Kemanakah lagi kita kan sembunyi
Hanya kepadaNya kita kembali
Tak ada yang bakal bisa menjawab
Mari, hanya runduk sujud padaNya


Kita mesti berjuang memerangi diri
Bercermin dan banyaklah bercermin
Tuhan ada di sini di dalam jiwa ini
Berusahalah agar Dia tersenyum... oh
Berubahlah agar Dia tersenyum



CAMELIA 1


Dia Camelia
puisi dan pelitamu
kau sejuk seperti titik embun membasahi daun jambu
di pinggir kali yang bening


sayap-saayapmu kecil lincah berkeping
seperti burung camar
terbang mencari tiang sampah
tempat berpijak kaki dengan pasti
mengarungi nasibmu
mengikuti arus air berlari


dia Camelia
engkaukah gadis itu
yang selalu hadir dalam mimpi-mimpi di setiap tidurku
datang untuk hati yang kering dan sepi
agar bersemi lagi
hmm ... bersemi lagi


kini datang mengisi hidup
ulurkan mesra tanganmu
bergetaran rasa jiwaku
menerima harum namamu


Camelia oh Camelia
Camelia oh Camelia
Camelia oh Camelia


CAMELIA 2

Gugusan hari-hari
Indah bersamamu Camelia
Bangkitkan kembali
Rinduku mengajakku kesana

Inginku berlari
Mengejar seribu bayangmu Camelia
Tak peduli kau kuterjang
Biar pun harusku tembus padang ilalang

Tiba-tiba langkahku terhenti
Sejuta tangan telah menahanku
Ingin kumaki mereka berkata
Tak perlu kau berlari
Mengejar mimpi yang tak pasti
Hari ini juga mimpi
Maka biarkan ia datang
Di hatimu... di hatimu...




CAMELIA 4


Senja hitam ditengah ladang
Dihujung permatang engkau berdiri
Putih diantara ribuan kembang
Langit diatas rambutmu
Merah tembaga
Engkau memandangku
Bergetar bibirmu memanggilku
Basah dipipimu air mata
Kerinduan, kedamaian oh

Batu hitam diatas tanah merah
Disini akan kutumpahkan rindu
Kugenggam lalu kutaburkan kembang
Berlutut dan berdoa
Syurgalah ditanganmu, Tuhanlah disisimu
Kematian adalah tidur panjang
Maka mimpi indahlah engkau
Camellia, Camellia oh

Pagi, engkau berangkat hati mulai membatu
Malam, kupetik gitar dan terdengar
Senandung ombak dilautan
Menambah rindu dan gelisah
Adakah angin gunung, adakah angin padang
Mendengar keluhanku, mendengar jeritanku
Dan membebaskan nasibku
Dari belenggu sepi




MASIH ADA WAKTU


Bila masih mungkin kita menorehkan batin
Atas nama jiwa dan hati tulus ikhlas
Mumpung masih ada kesempatan buat kita
Mengumpulkan bekal perjalanan abadi
Hoo..oo..du..du...du..ouoo...ouoo

Kita pasti ingat tragedi yang memilukan
Kenapa harus mereka yang tertimbun tanah
Tentu ada hikmah yang harus kita petik
Atas nama jiwa mari heningkan cipta

Kita mesti bersyukur bahwa kita masih diberi waktu
Entah sampai kapan tak ada yang bakal dapat menghitung
Hanya atas kasihnya hanya atas kehendaknya kita masih bertemu matahari
Kepada rumpun di lalang kepada bintang gemintang

kita dapat mencoba meminjam catatanNya
Sampai kapankah gerangan
Waktu yang masih tersisa
Semuanya menggeleng semuanya terdiam semuanya menjawab tak mengerti
Yang terbaik hanyalah segera bersujud mumpung kita masih di beri waktu




MENJARING MATAHARI


Kabut, sengajakah engkau mewakili pikiranku 
pekat, katamu peralat menyelimuti matahari
aku dan semua yang ada di sekelilingku
merangkak menggapai dalam kelam


mendung, benarkah pertanda akan segera turun hujan
deras, agar semua basah yang ada di muka bumi
siramilah juga jiwa kami semua
yang tengah dirundung kehalauan


roda jaman menggilas kita
terseret tertatih-tatih
sungguh hidup sangat diburu
berpacu dengan waktu


tak ada yang dapat menolong
selain yang di sana
tak ada yang dapat membantu
selain yang di sana


dialah Tuhan
dialah Tuhan
oh, oh, oh Tuhan
hmm, hmm, hmm Tuhan 





AYAH AKU MOHON MAAF


Dan pohon kemuning akan segera kutanam
Satu saat kelak dapat jadi peneduh
Meskipun hanya jasad bersemayam di sini
Biarkan aku tafakkur bila rindu kepadamu

Walau tak terucap aku sangat kehilangan
Sebahagian semangatku ada dalam doamu
Warisan yang kau tinggal petuah sederhana
Aku catat dalam jiwa dan coba kujalankan

Meskipun aku tak dapat menungguimu saat terakhir
Namun aku tak kecewa mendengar engkau berangkat
Dengan senyum dan ikhlas aku yakin kau cukup bawa bekal
Dan aku bangga jadi anakmu

Ayah aku berjanji akan aku kirimkan
Doa yang pernah engkau ajarkan kepadaku
Setiap sujud sembahyang engkau hadir terbayang
Tolong bimbinglah aku meskipun kau dari sana

Sesungguhnya aku menangis sangat lama
Namun aku pendam agar engkau berangkat dengan tenang
Sesungguhnyalah aku merasa belum cukup berbakti
Namun aku yakin engkau telah memaafkanku

Air hujan mengguyur sekujur kebumi
Kami yang ditinggalkan tabah dan tawakkal

Ayah aku mohon maaf atas keluputanku
Yang aku sengaja maupun tak kusengaja
Tolong padangi kami dengan sinarnya sorga
Teriring doa selamat jalan buatmu ayah tercinta





INGIN KUPETIK BINTANG KEJORA


Mengapa kau tak melihat apa yang aku fikirkan?
Semuanya terbuka terbaca di mataku
Mengapa kau tak peduli isyarat yang kukirimkan
lewat sejuta puisi, lewat selaksa bunga?

Engkau tetap diam membeku
Kau tepiskan mimpi-mimpiku
Kuhunus pedang cinta, kupekikkan asmara
Semula kau tetap diam
kemudian kau tersenyum
Ingin kupetik bintang kejora
untuk kusematkan di dadamu,
di jantungmu

Mengapa hanya namamu terpatri dalam jiwaku?
Haruskah aku menyerah sebelum aku coba?

Engkau tetap diam membeku
Kau tepiskan mimpi-mimpiku
Kuhunus pedang cinta, kupekikkan asmara
Semula kau tetap diam
kemudian kau tersenyum
Ingin kupetik bintang kejora
untuk kusematkan di dadamu,
di jantungmu




KUPU-KUPU KERTAS


Setiap waktu engkau tersenyum
Sudut matamu memancarkan rasa
Keresahan yang terbenam
Kerinduan yang tertahan
Duka dalam yang tersembunyi
Jauh di lubuk hati
Kata katamu riuh mengalir bagai gerimis

Seperti angin tak pernah diam
Selalu beranjak setiap saat
Menebarkan jala asmara
Menaburkan aroma luka
Benih kebencian kau tanam
Bakar ladang gersang
Entah sampai kapan berhenti menipu diri

Kupu kupu kertas
Yang terbang kian kemari
Aneka rupa dan warna
Dibias lampu temaram

Membasuh debu yang lekat dalam jiwa
Mencuci bersih dari segala kekotoran
Aku menunggu hujan turunlah
Aku mengharapkan badai datanglah
Gemuruhnya akan
Melumatkan semua kupu kupu kertas

Kupu kupu kertas
Yang terbang kian kemari
Aneka rupa dan warna
Dibias lampu temaram

Kupu kupu kertas
Yang terbang kian kemari
Aneka rupa dan warna
Dibias lampu temaram

Kupu kupu kertas
Yang terbang kian kemari
Aneka rupa dan warna
Dibias lampu temaram





SERAUT WAJAH



Wajah yang selalu dilumuri senyum
legam tersengat terik matahari
Keperkasaannya tak memudar
terbaca dari garis-garis di dagu
Waktu telah menggilas semuanya
Ia tinggal punya jiwa
Pengorbanan yang tak sia-sia
untuk negeri yang dicintai, dikasihi
Tangan dan kaki rela kau serahkan
Darah, keringat rela kau cucurkan
Bukan hanya untuk ukir namamu
Ikhlas demi langit bumi
bersumpah mempertahankan setiap jengkal tanah
Wajah yang tak pernah mengeluh
Tegar dalam sikap sempurna,
pantang menyerah
Tangan dan kaki rela kau serahkan
Darah, keringat rela kau cucurkan
Bukan hanya untuk ukir namamu
Ikhlas demi langit bumi
bersumpah mempertahankan setiap jengkal tanah
Merah merdeka, putih merdeka, warna merdeka





BERJALAN DI HUTAN CEMARA


Berjalan di hutan cemara
Langkahku terasa kecil dan lelah
Makin dalam lagi
Ku ditelan fatamorgana

Tebing tanah basah di pinggir jalan setapal
Seperti garis wajahmu
Teduh dan kasih
Makin dalam lagi
Ku dicengkam kerinduan

Kabut putih melintas di jalanku
Jarak pandangku dua langkah ke depan
Ada seberkas cahaya
Menembus rimbun dedaunan
Sanggupkah menerangi jalanku

Dan aku berharap
Kapankah kiranya
Sampai di puncak sana
Aku kan bertanya siapa diriku
Aku kan bertanya siapakah Kamu
Aku kan bertanya siapa mereka
Aku kan bertanya siapa kita



KAU RENGKUH MENTARI KAU DEKAP REMBULAN


Rambutmu tergerai ditiup angin
seperti gelombang di samudera
Kau berdiri di padang Sahara
Tubuhmu kotor mandi keringat
Matamu tajam seperti elang
Kau menangkap kilau kedalaman
Kau rengkuh mentari
Kau sirami tubuhmu dengan kemilau cahaya
terpancar ke seluruh penjuru jagat raya
Kau dekap rembulan
Kau lumuri wajahmu dengan sinar keteduhan
menyelimuti bumi beserta isinya
Kami menangis merinduimu,
kami merintih mencintaimu
ho... ho...
Dalam doa 'ku selalu memuja
Keselamatanmu dan sahabat
serta seluru umat di dunia
Kau rengkuh mentari
Kau sirami tubuhmu dengan kemilau cahaya
terpancar ke seluruh penjuru jagat raya
Kau dekap rembulan
Kau lumuri wajahmu dengan sinar keteduhan
menyelimuti bumi beserta isinya
Kami menangis merinduimu,
kami merintih mencintaimu
Kami menangis merinduimu,
kami merintih mencintaimu
Kami menangis merinduimu,
kami merintih mencintaimu
ho...
Kami merintih merinduimu,
kami menangis mencintaimu




TITIP RINDU BUAT AYAH

Di matamu masih tersimpan selaksa peristiwa
Benturan dan hempasan terpahat di keningmu
Kau nampak tua dan lelah, keringat mengucur deras
namun kau tetap tabah hm...
Meski nafasmu kadang tersengal
memikul beban yang makin sarat
kau tetap bertahan

Engkau telah mengerti hitam dan merah jalan ini
Keriput tulang pipimu gambaran perjuangan
Bahumu yang dulu kekar, legam terbakar matahari
kini kurus dan terbungkuk hm...
Namun semangat tak pernah pudar
meski langkahmu kadang gemetar
kau tetap setia

Ayah, dalam hening sepi kurindu
untuk menuai padi milik kita
Tapi kerinduan tinggal hanya kerinduan
Anakmu sekarang banyak menanggung beban

Engkau telah mengerti hitam dan merah jalan ini
Keriput tulang pipimu gambaran perjuangan
Bahumu yang dulu kekar, legam terbakar matahari
kini kurus dan terbungkuk hm...
Namun semangat tak pernah pudar
meski langkahmu kadang gemetar
kau tetap setia



NYANYIAN RINDU


coba engkau katakan padaku
apa yang seharusnya aku lakukan
bila larut tiba, wajahmu terbayang
kerinduan ini semakin dalam

gemuruh ombak di pantai kuta
sejuk lembut angin di bukit kintamani
gadis-gadis kecil menjajakan cincin
tak mampu mengusir kau yang manis

bila saja kau ada di sampingku
sama-sama arungi danau biru
bila malam mata enggan terpejam
berbincang tentang bulan merah

coba engkau dengar lagu ini
aku yang tertidur dan tengah bermimpi
langit-langit kamar jadi penuh gambar
wajahmu yang bening sejuk segar

kapan lagi kita akan bertemu
meski hanya sekilas kau tersenyum
kapan lagi kita nyanyi bersama
tatapanmu membasuh luka oh...
du..du.. du.. du.... 



CINTA SEBENING EMBUN


Pernahkah engkau coba menerka
apa yang tersembunyi di sudut hati?
Derita di mata, derita dalam jiwa
kenapa tak engkau pedulikan?

Sepasang kepodang terbang melambung
Menukik bawa seberkas pelangi
Gelora cinta, gelora dalam dada
kenapa tak pernah engkau hiraukan?

Reff:
Selama musim belum bergulir
Masih ada waktu untuk saling membuka diri
sejauh batas pengertian
Pintu tersibak, cinta mengalir sebening embun
Kasih pun deras mengalir
cemerlang sebening embun

du du du du du du du du du du hu
Pernahkah engkau coba membaca
sorot mata dalam menyimpan rindu?
Sejuta impian, sejuta harapan
kenapakah mesti engkau abaikan?

Selama musim belum bergulir
Masih ada waktu untuk saling membuka diri
sejauh batas pengertian
Pintu tersibak, cinta mengalir sebening embun

Kasih pun mulai deras mengalir
cemerlang sebening embun

Selama musim belum bergulir
Masih ada waktu untuk saling membuka diri
sejauh batas pengertian
Pintu tersibak, cinta mengalir sebening embun

ho ho hu hu hu hu hu hu
du du du du du du du du
du du du du du du du du
  



EBIET G ADE


Terlahir dengan nama Abid Ghoffar bin Aboe Dja'far di Wanadadi, Banjarnegara[1], merupakan anak termuda dari 6 bersaudara, anak Aboe Dja'far, seorang PNS, dan Saodah, seorang pedagang kain. Dulu ia memendam banyak cita-cita, seperti insinyurdokterpelukis. Semuanya melenceng, Ebiet malah jadi penyanyi -- kendati ia lebih suka disebut penyair karena latar belakangnya di dunia seni yang berawal dari kepenyairan[2].

Setelah lulus SD, Ebiet masuk PGAN (Pendidikan Guru Agama Negeri) Banjarnegara. Sayangnya ia tidak betah sehingga pindah keYogyakarta. Sekolah di SMP Muhammadiyah 3 dan melanjutkan ke SMA Muhammadiyah I. Di sana ia aktif di PII (Pelajar Islam Indonesia). Namun, ia tidak dapat melanjutkan kuliah ke Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada karena ketiadaan biaya. Ia lebih memilih bergabung dengan grup vokal ketika ayahnya yang pensiunan memberinya opsi: Ebiet masuk FE UGM atau kakaknya yang baru ujian lulus jadi sarjana di Universitas Jenderal SoedirmanPurwokerto.[3]

Nama Ebiet didapatnya dari pengalamannya kursus bahasa Inggris semasa SMA. Gurunya orang asing, biasa memanggilnya Ebiet, mungkin karena mereka mengucapkan A menjadi E. Terinspirasi dari tulisan Ebiet di bagian punggung kaos merahnya, lama-lama ia lebih sering dipanggil Ebiet oleh teman-temannya. Nama ayahnya digunakan sebagai nama belakang, disingkat AD, kemudian ditulis Ade, sesuai bunyi penyebutannya, Ebiet G. Ade. Kalau dipanjangkan, ditulis sebagai Ebiet Ghoffar Aboe Dja'far. [4][5]

Sering keluyuran tidak keruan, dulu Ebiet akrab dengan lingkungan seniman muda Yogyakarta pada tahun 1971. Tampaknya, lingkungan inilah yang membentuk persiapan Ebiet untuk mengorbit. Motivasi terbesar yang membangkitkan kreativitas penciptaan karya-karyanya adalah ketika bersahabat dengan Emha Ainun Nadjib (penyair), Eko Tunas (cerpenis), dan E.H. Kartanegara (penulis). Malioboro menjadi semacam rumah bagi Ebiet ketika kiprah kepenyairannya diolah, karena pada masa itu banyak seniman yang berkumpul di sana.
Meski bisa membuat puisi, ia mengaku tidak bisa apabila diminta sekedar mendeklamasikan puisi. Dari ketidakmampuannya membaca puisi secara langsung itu, Ebiet mencari cara agar tetap bisa membaca puisi dengan cara yang lain, tanpa harus berdeklamasi. Caranya, dengan menggunakan musik. Musikalisasi puisi, begitu istilah yang digunakan dalam lingkungan kepenyairan, seperti yang banyak dilakukannya pada puisi-puisi Sapardi Djoko Damono. Beberapa puisi Emha bahkan sering dilantunkan Ebiet dengan petikan gitarnya. Walaupun begitu, ketika masuk dapur rekaman, tidak sebiji pun syair Emha yang ikut dinyanyikannya. Hal itu terjadi karena ia pernah diledek teman-temannya agar membuat lagu dari puisinya sendiri. Pacuan semangat dari teman-temannya ini melecut Ebiet untuk melagukan puisi-puisinya.
Ebiet pertama kali belajar gitar dari kakaknya, Ahmad Mukhodam, lalu belajar gitar di Yogyakarta dengan Kusbini. Semula ia hanya menyanyi dengan menggelar pentas seni di Senisono, Patangpuluhan, Wirobrajan, Yogyakarta dan juga di Jawa Tengah, memusikalisasikan puisi-puisi karya Emily DickinsonNobody, dan mendapat tanggapan positif dari pemirsanya. Walau begitu ia masih menganggap kegiataannya ini sebagai hobi belaka. Namun atas dorongan para sahabat dekatnya dari PSK (Persada Studi Klub yang didirikan olehUmbu Landu Paranggi) dan juga temannya satu kos, akhirnya Ebiet bersedia juga maju ke dunia belantika musik Nusantara. Setelah berkali-kali ditolak di berbagai perusahaan rekam, akhirnya ia diterima di Jackson Record pada tahun 1979.[6]
Jika semula Ebiet enggan meninggalkan pondokannya yang tidak jauh dari pondok keraton, maka fakta telah menunjuk jalan lurus baginya ke Jakarta. Ia melalui rekaman demi rekaman dengan sukses. Sempat juga ia melakukan rekaman di Filipina untuk mencapai hasil yang lebih baik, yakni album Camellia III. Tetapi, ia menolak merekam lagu-lagunya dalam bahasa Jepang, ketika ia mendapat kesempatan tampil di depan publik di sana.
Pernah juga ia melakukan rekaman di Capitol RecordsAmerika Serikat, untuk album ke-8-nya Zaman. Ia menyertakan Addie M.S. dan Dodo Zakaria sebagai rekan yang membantu musiknya.
Lagu-lagunya menjadi trend baru dalam khasana musik pop Indonesia. Tak heran, Ebiet sempat merajai dunia musik pop Indonesia di kisaran tahun 1979-1983. Sekitar 7 tahun Ebiet mengerjakan rekaman di Jackson Record. Pada tahun 1986, perusahaan rekam yang melambungkan namanya itu tutup dan Ebiet terpaksa keluar. Ia sempat mendirikan perusahaan rekam sendiri EGA Records, yang memproduksi 3 album, Menjaring MatahariSketsa Rembulan Emas, dan Seraut Wajah.
Sayang, pada tahun 1990, Ebiet yang "gelisah" dengan Indonesia, akhirnya memilih "bertapa" dari hingar bingar indutri musik dan memilih berdiri di pinggiran saja. Baru pada tahun 1995ia mengeluarkan album Kupu-Kupu Kertas (didukung oleh Ian AntonoBilly J. Budiardjo (alm), Purwacaraka, dan Erwin Gutawa) dan Cinta Sebening Embun (didukung oleh Adi Adriandari KLa Project). Pada tahun 1996 ia mengeluarkan album Aku Ingin Pulang (didukung oleh Purwacaraka dan Embong Rahardjo). Dua tahun berikutnya ia mengeluarkan albumGamelan yang memuat 5 lagu lama yang diaransemen ulang dengan musik gamelan oleh Rizal Mantovani. Pada tahun 2000 Ebiet mengeluarkan album Balada Sinetron Cinta dan tahun2001 ia mengeluarkan album Bahasa Langit, yang didukung oleh Andi Rianto, Erwin Gutawa dan Tohpati. Setelah album itu, Ebiet mulai lagi menyepi selama 5 tahun ke depan.
Ebiet adalah salah satu penyanyi yang mendukung album Kita Untuk Mereka, sebuah album yang dikeluarkan berkaitan dengan terjadinya tsunami 2004, bersama dengan 57 musisi lainnya. Ia memang seorang penyanyi spesialis tragedi, terbukti lagu-lagunya sering menjadi tema bencana.
Pada tahun 2007, ia mengeluarkan album baru berjudul In Love: 25th Anniversary (didukung oleh Anto Hoed), setelah 5 tahun absen rekaman. Album itu sendiri adalah peringatan buat ulang tahun pernikahan ke-25-nya, bersama pula 13 lagu lain yang masih dalam aransemen lama. [7]
Kemunculan kembali Ebiet pada 28 September 2008 dalam acara Zona 80 di Metro TV cukup menjadi obat bagi para penggemarnya. Dengan dihadiri para sahabat di antaranya Eko Tunas, Ebiet G Ade membawakan lagu lama yang pernah popular pada dekade 80-an.

Menikah dengan Koespudji Rahayu Sugianto (atau lebih dikenal sebagai Yayuk Sugianto, kakak penyanyi Iis Sugianto) pada tanggal 4 Februari 1982, ia dikaruniai 4 anak, 3 laki-laki dan 1 perempuan:
Mereka bertempat tinggal di kawasan Ciganjur, JagakarsaJakarta Selatan.
Anak sulung Ebiet, Abie juga memiliki bakat musik, dan sering mewakili Ebiet dalam mengecek sound system menjelang ayahnya manggung.
Ebiet juga seorang penggemar golf, namun sejak terjadinya bencana tsunami 2004, ia tidak pernah lagi main golf.



2 komentar:

  1. Bro izin repost ya..
    soal nya bagus ni info.. :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. silakan... sorry baru buka blog... lagi kejangkit males....

      Hapus